Ketundukan secara total kepada ajaran-ajaran Allah Swt.
Perlu digaris bawahi, pada dasarnya semua manusia lahir dalam keadaan jiwanya yang murni (fitrah), sebagaimana sabda Rasulullah Saw.,
قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يَهْوِدَانِهِ أوْ يُنصَرَانِهِ أَوْ يُحِسَانِهِ.
"Rasulullah SAW bersabda: Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi orang Yahudi, orang Nasrani ataupun orang Majusi" (H.R. Bukhari dan Muslim)
Sampai di sini, dapat dipahami bahwa, apabila manusia tidak menjaga fitrahnya, yakni mengesakan Allah dan tunduk (Islam) pada setiap apa yang Allah perintahkan, terjadilah kekacauan dalam jiwa manusia itu, yang tentu berdampak dalam kehidupannya sehari-hari.
2. Apa yang Dimaksud dengan Muallaf?
Di Indonesia, istilah mualaf umumnya dipahami dengan "orang yang baru masuk Islam". Seorang non-muslim, ketika meninggalkan keyakinan lamanya, dan mengikrarkan dua kalimat syahadat yang diikuti keyakinan dan ketundukan terhadap yang disyahadatkan, maka dapat dikatakan telah menjadi mualaf (muslim pemula).
Perlu dijelaskan, bahwa istilah mualaf adalah transliterasi dari bahasa Arab مؤلف yang memiliki asal kata yang sama dengan الْأُلْفَة. Kata ulfah ini memiliki berbagai makna, di antaranya, "menjadi patuh"; "menjadi lembut"; "menjadi terbiasa"; dapat pula berarti "Wakil Guru (murid yang diserahi mengawasi teman-temannya"; dan suka bersahabat."
Jika disederhanakan, maka seorang yang telah menjadi mualaf, sudah semestinya patuh terhadap seluruh ajaran Islam. Kepatuhan terhadap Islam, dapat dilihat dari sikapnya yang lemah lembut dan membiasakan diri dengan segala kebaikan. Dan menjadi seorang mualaf, bukan berarti putus ikatan terhadap keluarga dan teman-temannya, karena ketika seseorang menjadi mualaf, maka dirinya menjadi perwakilan dalam berdakwah.